Monthly Archives: Desember 2009

2009 Mengecewakan, 2010 Mengkhawatirkan


Tahun 2009 telah berlalu, ditutup dengan kabar duka meninggalnya guru bangsa dan bapak pluralis Indonesia, Gus Dur. Tahun 2010 pun telah kita masuki. Bila menoleh ke belakang sejenak, harus diakui sepanjang tahun 2009 sangat banyak peristiwa yang patut dijadikan sebagai bahan refleksi dan kontemplasi.

Pada tahun 2009, bangsa Indonesia mengikuti perhelatan Pemilu Legislatif dan Pilpres. Pemilu legislatif di tahun itu dapat disebut sebagai tahun penegasan dominasi Partai Demokrat, yang sangat mendominasi hasil-hasil Pemilu di seluruh tanah air.

Pilpres 2009 juga tidak jauh berbeda, Demokrat dan sejumlah partai koalisi juga berhasil memenangkan kembali SBY sebagai Presiden RI untuk periode kedua. SBY dengan segala kelebihan dan kekurangannya ternyata masih dipercaya rakyat.

Sayangnya di tahun kedua kepemimpinannya, SBY kembali disambut dengan aneka macam bencana. Dan yang paling fenomenal tentunya gempa di Sumatera Barat. ‘Gempa’ lainnya adalah gonjang-ganjing seputar kriminilasasi KPK, yang menyebabkan Polri-Kejaksaan menjadi bulan-bulanan.

Lalu ‘gempa’ yang tak kalah dahsyat adalah terkuaknya dana talangan Bank Century Rp 6,7 Triliun, yang menyebabkan dua orang kepercayaan SBY (Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani), menjadi sasaran kecaman banyak kalangan, karena keduanya dianggap paling bertanggung jawab.

Tahun 2009, boleh disebut sebagai tahun mengecewakan dan kurang menggembirakan dari segi prestasi bangsa di berbagai bidang. Di bidang olahraga tak ada kemajuan, di bidang ekonomi jalan di tempat, di sektor penegakan hukum mengecewakan dan dalam aspek demokrasi pun tidak terlalu menggembirakan.

Disebut sebagai tahun mengecewakan, sebab sepanjang tahun 2009 ini tidak ada prestasi Indonesia yang bisa dibanggakan. Tertangkapnya Noordin M Top mungkin bisa disebut sebagai sebuah prestasi. Tapi hal itu seakan tertutupi oleh banyaknya kasus-kasus pengabaian rasa keadilan dan kemanusiaan yang melanda negeri.

Karena itu wajar bila banyak kalangan cukup was-was menyambut kedatangan tahun 2010. Tahun 2010 patut disebut sebagai tahun mengkhawatirkan. Kita khawatir karena kepemimpinan duet SBY-Boediono, kelihatannya mulai diragukan dan dianggap tidak secemerlang duet SBY-JK.

Boediono terkesan kurang mampu ‘menutupi’ kelemahan SBY. Wapres yang satu ini dinilai memiliki bargaining position sangat lemah di hadapan Presiden SBY, sehingga dia terlihat seperti ragu-ragu dalam berbuat sesuai dengan apa yang diinginkannya, sebab sudah pasti dia tidak akan ‘berani’ melangkah tanpa restu SBY.

Diakui atau tidak, duet SBY-JK masih lebih baik. Sebab JK memang manusia kerja yang selalu kreatif dan aktif dalam menggulirkan ide-ide brilian, blak-blakan, dan selalu bertindak cepat sesuai mottonya : lebih cepat, lebih baik. Tak berlebihan bila kini banyak yang merindukan JK.

Kendati kita memendam kekhawatiran menghadapi tahun 2010, namun sebagai anak bangsa, kita tetap berharap semoga duet SBY-Boediono, bisa lolos dari berbagai ganjalan politis terkait kasus Bank Century, selanjutnya segera membuat sejumlah gebrakan positif demi peningkatan kesejahteraan rakyat.

Kepada segenap masyarakat di seluruh Indonesia, kita serukan agar mampu melakukan refleksi dan introspeksi demi kehidupan yang lebih baik di dunia dan kehidupan abadi di akhirat kelak. Amien….

Kualitas Wartawan : Luna Vs Infotainment


Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dianggap bertanggungjawab atas keberadaan infotainment. PWI dinilai telah melakukan pembiaran terhadap infotainment sehingga infotainment dianggap bermasalah.

“Ini bentuk kegagalan PWI yang memasukkan infotainment sebagai wartawan. Saya melihat ada penurunan moralitas di sini. Kebanyakan wartawan infotainment juga tidak memiliki latar belakang jurnalistik, makanya mereka kurang memahami kode etik peliputan,” kata komedian dan politisi Dedi Gumilar, Minggu (27/12).

Apa yang dikemukakan Dedi di atas mungkin ada benarnya. Tetapi di sisi lain, juga masih bersifat debatable. Bahkan mungkin banyak kelirunya. Hal seperti itu memang sudah menjadi kebiasaan umum kita ; cenderung men-generalisir masalah.

Setiap kali terdapat seseorang yang melakukan kesalahan, acapkali institusinya yang dipersalahkan. Saat terdapat oknum polisi yang menyalah, institusi Polri yang dikecam. Ketika ada oknum Jaksa menyimpang, lembaga Kejaksaan dituding, dan semacamnya.

Dalam konteks kasus Luna Maya vs Infotainment, tidak sepatutnya institusi PWI diklaim sebagai pihak yang bertanggung jawab dan tidak perlulah muncul fatwa haram segala.Para pekerja infotainment memang layak menyandang predikat sebagai wartawan. Soal terdapat awak infotainment yang tidak profesional tidak menyampaikan berita akurat, itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab para produser infotainment itu yang alpa membenahi kualitas wartawannya.

Media televisi sebagai lembaga yang menyiarkan berita-berita entertaint juga patut dipersoalkan. Sebab, mereka juga terkesan tutup mata dan kurang mampu melakukan sensor terhadap produk-produk infotainment yang hendak ditayangkan.

Di sisi lain, kita juga patut menyayangkan, permasalahan yang terjadi antara Luna Maya vs Infotainment, akhirnya berujung pada aktivitas dukung-mendukung, yang muaranya adalah kepentingan, termasuk kepentingan para pengelola televisi sendiri. Beberapa stasiun televisi yang tak punya tayangan infotainment misalnya, cenderung membela Luna Maya.

Padahal terlepas dari kualitas wartawan infotainment, yang mesti diakui masih banyak yang tidak profesional, dan terkesan kerap melakukan pemaksaan kehendak terhadap nara sumbernya, Luna Maya juga patut dikecam karena tulisannya yang kurang etis di twitternya itu. Menyebut siapa pun sebagai pelacur, apa pun alasan logisnya, tetaplah tidak dapat ditolerir !

Dari perspektif jurnalistik, sudah sepatutnya peristiwa Luna vs Infotainment ini, dijadikan sebagai momentum introspeksi bagi para pengelola media cetak dan elektronik, bahwa kualitas wartawan memang masih harus terus dibenahi. Memang media beken sekaliber Kompas, Media Indonesia, sudah tidak diragukan lagi kualitas wartawannya.

Tetapi di sejumlah media lainnya, utamanya di daerah masih sangat banyak orang yang tidak pantas menjadi wartawan, bisa selama berpuluh tahun menyandang predikat sebagai wartawan. Alhasil banyak oknum wartawan yang dikenal sebagai wartawan bodrex, muntaber, wartawan email,dan wartawan copy paste.

Terhadap wartawan-wartawan semacam itulah, yang menjadi tanggung jawab PWI untuk ikut berperan menindak dan meniadakannya. Dan tentunya yang paling berada di garis terdepan memberangus para wartawan tidak becus ini, sudah barang tentu adalah para pimpinan dan pengelola media itu sendiri…!

Boediono dan Demokrasi Kita


Di era kejayaaan Soeharto, apapun kesalahannya, mustahil seorang Wakil Presiden akan datang ke DPR, untuk menjalani pemeriksaan sebagaimana dilakukan Pansus Angket Bank Century, yang membombardir Boediono,  notabene seorang Wakil Presiden RI, dengan sejumlah pertanyaan lumayan pedas, saat hadir memenuhi panggilan Pansus di Gedung DPR Senayan, kemarin.
Sejatinya untuk mengukur kualitas demokrasi di Indonesia, harus dilihat sejauh mana keterlibatan warga negara dalam mengakses hak dan kewajibannya sebagaimana diamanahkan dalam konstitusi. Selama ini dalam praktek, umumnya rakyat masih sekadar obyek.
Dalam konteks demikian, kita patut merasa bersyukur sekaligus sangat mendukung langkah-langkah yang ditempuh Pansus Angket Bank Century DPR-RI, serta mengapresiasi kesediaan Boediono (walaupun kehadirannya sebagai mantan Gubernur BI), bukan sebagai Wapres, saat memenuhi panggilan Pansus. Tetapi dalam diri Pak Boed, tetaplah melekat jabatan Wapres.
Kita berharap momen langka pada era rezim sebelumnya itu, akan menjadi babak baru dalam penguatan demokrasi kita, sekaligus akan memberi angin segar dalam penegakan hukum (law enforcement) di negeri ini ; bahwa siapa pun yang terbukti bersalah, mesti ditindak tanpa pandang bulu.
Selama ini disinyalir terdapat empat tipe anggota anggota DPR. Pertama, anggota yang vokal, kreatif, idealis dan dinamis (10%). Kedua, mereka yang banyak mengeluarkan pernyataan, namun tidak didukung dengan data dan analisa (50%). Ketiga, kelompok 4D, yakni datang, duduk, dengar dan duit (30%). Keempat, kelompok pemalas yang seringkali bolos dan mengikuti sidang hanya beberapa kali dalam setahun (10%).
Benar tidaknya sinyalemen itu, akhirnya terpulang pada kinerja dewan. Kita cuma bisa berharap agar berbagai perkembangan terkini, yang diawali dari perhelatan Pansus Angket Bank Century itu hendaknya bisa memberi perubahan ke arah positif, bagi perbaikan kinerja wakil rakyat sekaligus peningkatan kualitas demokrasi Indonesia secara menyeluruh.
Peningkatan kualitas demokrasi kita, memang sudah sepatutnya diawali dari gedung dewan ditandai dengan peningkatan kinerja para wakil rakyat tersebut.
Bahwa, wakil rakyat sudah sepantasnya selalu berbicara mengacu pada kepentingan rakyat, tidak lagi sekadar memperjuangkan kepentingan partainya, apalagi sebatas ‘menjilat’ penguasa.
Jalan dan momentum ke arah perbaikan citra wakil rakyat sudah diretas. Semoga hal ini bukan sebatas kasuistis dan insidentil belaka, melainkan harus terus menjadi komitmen nyata para wakil rakyat itu.
Bila wakil rakyat konsisten menyuarakan kepentingan rakyat, dapat dipastikan rakyat akan selalu di belakang mereka, dan eksekutif pun dipastikan akan lebih hati-hati dan tidak lagi menyepelekan legislatif seperti kecenderungan selama ini.
Apa pun hasil pemanggilan Boediono oleh DPR itu, tidaklah terlalu penting. Yang patut dicatat, peristiwa itu harus bisa dijadikan sebagai starting point menuju perbaikan kualitas demokrasi kita kini dan di masa mendatang. Bahwa pengelolaan negara tidak bisa lagi dilakukan sesuka hati. Transparansi dan akuntabilitas harus diwujudkan secara nyata di segala lini.

Mikekono Style


Ini dia sisi lain Mikekono. Mengurai fenomena dan aktivitas keseharian dalam kata-kata singkat. Mungkin bisa disebut sajak, pantun atau apapun namanya.

Mikekono style….hmmm, begitulah kira-kira. Selamat membaca dan berbagi rasa, semoga ada manfaatnya…

Berpikir idealis, bertindak pragmatis, tak sudi menangis, walau miris…teriris-iris….

-Membuka tirai hati……mengurai mimpi, mengusir sepi di siang ini…….

-Makan sudah…..,shalat pun sudah…….,senyum merekahhh……sumringah, penuh gairahhhhh.

-Walau Tamara Bleszynski sexy & berani berbikini, adinda nan baik budi lebih memikat hati.

-Tak ingin berkeluh kesah….walau gerah dan gelisah.

-Siang nan panas….,pengen makan nenas dan juice semangka segelas, agar tak malas menerabas…

-Tak ada maaf buat mereka yang inkonsistensi, cuma bisa umbar janji, dan slalu mikirin diri sendiri…

-Ditemani secangkir kopi plus song from hindustani, mengusir dingin dan rasa ingin di sore ini.

-Minggu nan syahdu, dengerin lagu sendu, semilir angin berlalu, menyapu wajah nggantengku.

-Sahabat sejati slalu peduli, cinta sejati slalu di hati, walau tlah pergi dan tak kan kembali…..

-Cerah pagi memberi inspirasi, lahirkan motivasi, memicu diri jadikan hidup lebih berarti sesuai koridor nurani dan tuntunan Ilahi…….!

-Coba menahan ingin, walau mulai terasa dingin, semoga tak masuk angin…

-Tak dinyana, asa cuma sebatas wacana, indah dalam kata, buruk dalam fakta.

-Bumi makin panas, tak perlu cemas, lebih baik keramas, agar badan tak lemas…!